Dukung Penanggulangan Perdagangan Orang di KTT ASEAN, Polri Telah Tangkap 517 Tersangka TPPO
Tribratanewssumbabarat.com; Polri mendukung isu perdagangan orang dibahas pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 2020 lalu hingga 2023, Bareskrim Polri telah menangani 405 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan jumlah tersangka 517 orang.
"Polri mendukung isu perdagangan manusia dibahas dalam KTT ASEAN. Sejak pasca-pandemi Covid-19 kasus TPPO naik signifikan dengan jumlah korban yang cukup banyak mencapai 1.387 orang," kata Direktur Tindak Pidana Umum (TPPO) Bareskrim, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dalam keterangannya.
Ia merinci, dari jumlah laporan polisi (LP) di tahun 2020 sebanyak 126 kasus, tercatat jumlah korban terdiri dari 105 perempuan, 35 anak-anak dan 93 laki-laki. Sedangkan tahun 2021 terdapat 122 kasus dengan jumlah korban 165 perempuan, 74 anak-anak dan 59 laki-laki.
Kasus perbudakan manusia, lanjut Djuhandani, meningkat tajam pada 2022 dengan jumlah LP sebanyak 133 kasus dengan korban yang terdiri 336 perempuan, 21 anak-anak dan 306 laki-laki.
Menurutnya, kenaikan jumlah korban pada 2022, terjadi karena pemulihan pasca-pandemi Covid-19 dan pencabutan pembatasan perjalanan ke luar negeri.
"Pada 2020 dan 2021 modus kasus kejahatan PSK paling tinggi, kedua pekerja migran dan ketiga kasus asisten rumah tangga (ART)," terang jenderal bintang satu ini.
"Pada 2022 kasus paling tinggi adalah dengan modus pekerja migran yang kita tangani, jumlah korban juga paling banyak," sambungnya.
Dari kasus TPPO tersebut kata Brigjen Djuhandani, tren yang meningkat adalah korban dengan modus dipekerjakan untuk scam online, judi bahkan penipuan di Kamboja dan Myanmar.
Para sindikat kejahatan internasional ini mendirikan perusahaan di kedua negara tersebut dan merekut korban warga Indonesia. "Sindikat ini memasang lowongan kerja di Instagram dan Facebook untuk dipekerjakan sebagai operator judi dan lain-lainnya untuk melakukan kejahatan dengan korban di luar negeri," ucapnya.
Para korban tersebut diberangkatkan dari Jakarta menuju Thailand atau Singapura terlebih dahulu menggunakan pesawat. Kemudian terbang lagi atau lewat jalur udara menuju Kamboja atau Myanmar.
Banyaknya korban trafficking yang diselamatkan berkat bantuan informasi Kementerian Luar Negeri dan juga KBRI setempat. "Pada Februari lalu kita pernah tangkap tiga tersangka TPPO yang berperan sebagai perekrut. Berkat laporan dari KBRI di Phnom Penh, Kamboja. Korban melapor ke kedubes bahwa dipekerjakan sebagai telemarketing scamming dan judi online," katanya.
Djuhandani munuturkan para korban tersebut rata-rata diimingi-imingi gaji tinggi. "Ternyata di sana gajinya dipotong, banyak yang disekap dan disiksa," ujarnya.
Bareskrim Polri sambungnya kemudian bekerja sama dengan Kemenlu dan juga polisi di Kamboja untuk membebaskan dan memulangkan para pekerja tersebut ke Indonesia. Dari para keterangan mereka, penyidik kemudian melakukan penyelidikan dan menangkap para pelaku TPPO.
Sementara untuk kasus korban TPPO di Myanmar, pihaknya mengakui mengalami sedikit kendala. Sindikat perdagangan manusia ini beroperasi di wilayah konflik yang dikuasai oleh pemberotak. Pemerintah berupaya menyelamatkan para korban dengan mengirimkan nota diplomatik ke Kemenlu Myanmar dan berkoordinasi aparat setempat.
"Dari 2020 sampai 2023 sudah 517 orang yang kita tetapkan sebagai tersangka TPPO. Sudah banyak yang divonis dan kita kirim ke kejaksaan," pungkasnya.
Dirinya menegaskan, Bareskrim Polri berkomitmen penuh melakukan pemberantasan perdagangan orang. "Para pelaku kita jerat dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU," tandasnya.(*)